Thursday, October 16, 2014

Sebelum #eskpedisikopi

Apa arti secangkir kopi? Buat saya secangkir kopi itu banyak maknanya. Tergantung pada kopi apa yang saya pesan. Tapi di sini saya bicara kopi hitam. Iya, saya seorang perempuan yang bisa menikamati kopi hitam, tanpa gula, tanpa creamer. Sebagian mengatakan itu pahit. Tapi bagi yang menyukainya, mereka pasti punya makna berbeda tentang arti secangkir kopi. Buat saya, secangkir kopi hitam tanpa gula tanpa creamer di pagi hari adalah seduan tersempurna untuk mengawali hari. Ditemani hangat mentari pagi, udara yang tidak sekotor di siang atau sore hari. Semangat, mood, rencana, dan motivasi seolah teraduk sempurna dalam secangkir kopi hitam tanpa gula tanpa creamer di pagi hari. Ide seolah mengisi otak saya dalam tiap seruputan yang mengaliri tenggorokan. Lalu bagaimana dengan siang hari? Secangkir kopi hitam tanpa gula tanpa creamer menjadi penggugah sekaligus penyadar buat saya. Menyadari kalau hari nggak akan berhenti di sini. Memberi semangat untuk menjalani sisa hari yang masih cukup panjang. Membentuk ide pagi dan memahatnya menjadi realita. Menggerakkan tiap abstraksi menjadi bentuk yang rill. Berbeda lagi dengan seruputan sore. Secangkir kopi hitam tanpa gula tanpa creamer menenangkan saya. Mensyukuri semua yang telah saya lewati sambil membuka segala renungan akan hari itu. Seberat apapun seringan apapun, secangkir kopi hitam di sore hari membantu saya memaknai yang terjadi di hari itu. Malam hari adalah semua pencampuran pagi, siang dan sore. Menyadari kalau kopi hitam adalah hidup. Hidup itu sulit, pahit, gelap tanpa cahaya. Tapi bagaimana kita mencoba mengerti asam, manis, dan rasa setelahnya. Membuat saya memahami bahwa hidup tak berhenti di sini. Membuat saya mengartikan hidup dengan lebih baik. Namun sebelum semuanya bermakna seperti saat ini. Saya pernah menjadi seseorang yang buta akan kopi. 


Entah sejak kapan saya menyukai minuman yang mengandung kaffein ini. Yang jelas kesukaan saya pada kopi saat ini sedang sangat melonjak. Belum, memang bekum pada tahap maksimal karena pengetahuan saya tentang kopi masih sangat minim. Saya baru mulai menyukainya. Senang melihat, mencium, hingga memburunya. Setiap hari saya minum setidaknya satu gelas kopi hitam. Ya, masih sangat sedikit dan biasa memang. Tapi saya nggak selalu punya waktu untuk menuju kedai kopi yang menjual kopi dengan kualitas baik. Jujur, untuk kopi hitam, saya lebih suka kopi-kopi single origin asal Indonesia. Bukan brand dalam sachet yang nggak murni berasal dari kopi.
Sebelum saya menjadi sesuka ini dengan kopi, saya hanyalah seorang mahasiswa yang selalu minum kopi di sebuah warung. Tentu kopi sachet. Kopi susu tubruk, lebih tepatnya. Biasanya saya minum sama Oky. Sepertinya untuk meminum kopi, saya yang menularkannya, deh. Tapi pada waktu itu, kadang dia bisa meminum lebih banyak dari saya. Bahkan saking addict nya dengan aroma kopi, dia pernah ketahuan oleh ibunya saat ia sedang menghirup aroma bubuk kopi hitam. Parahnya, tertinggal serbuk serbuk kopi di sekitar hidung dan mulutnya. Mungkin karena terlalu kuat menghirup. How silly she was. Tapi begitulah kami, mengaku pecinta kopi namun belum mengenalnya.
Kadang sepertinya saya egois. Mengaku cinta kopi namun tak berusaha memahaminya. Mencarinya untuk memenuhi nafsu dan hasrat saya tanpa mencoba mengertinya. Saya menyukainya tanpa tahu bagaimana memperlakukannya. Ketika saya personifikasikan kopi, saya merasa malu karena cinta saya yang tak nyata. Ini namanya bukan cinta. Hanya peletakan label tanpa mengerti maksud label tersebut. Kok berani beraninya saya mengaku mencintai kopi, ya? Tapi itu nggak jadi masalah. Kebodohan yang menggerakkan kita untuk belajar dan melangkah. Justru kesadaran akan kepintaran yang bisa menghentikan langkah, kan?
Anyway, kembali pada awal kecintaan saya pada kopi. Dulu, saya cuma mau menikmatinya tanpa mengenalnya. Seolah kopi adalah pelacur. Saya mencarinya saat menginginkannya. Kemudian saya memilih dan tentu memakainya untuk pencapaian kepuasan maksimal dari seruputan demi seruputan yang saya nikmati. Nggak lupa, saya membayarnya lalu pergi melanjuti hari. Mungkin terkesan berlebih, tapi saya merasa perlu mempunyai ikatan dengan kopi. Nggak hanya sekedar one night stand. Sama seperti saat ingin membina hubungan, kita tentu harus mengenalinya secara keseluruhan. Belajar menerima apa adanya. Semua baik dan buruk tanpa embel embel pemanis. Melihatnya saat polos dan meruntuhkan segala image yang dibangunya. Mengenali bibit bebet bobotnya dengan baik. Begitu lah saya ingin mengenalnya.
Mungkin banyak yang berpikir kalau saya ini hanya sekedar basian atau latah dari semakin tingginya minat kopi saat ini. Tapi apapun itu setidaknya telah mendorong saya untuk mengenalnapa yang saya cintai. Hingga titik di mana saya yakin untuk melakukannya. Saya yakin untuk menjalani sebuah ekspedisi, #ekspedisikopi. Selamat bergabung dalam penjelajahan saya. :)

Saya Shilla Dipo, ciao!

Wednesday, October 1, 2014

My best friends, my family, my home

Hai, sudah lama saya nggak menulis di blog. Banyak banget hal yang sudah saya lewati walaupun umur saya belum ada seperempat abad. Tapi  saya beruntung banget sudah memiliki banyak hal dalam hidup saya.
Anyway, seperti judul tulisan ini, saya pengin menulis tentang orang-orang yang selalu ada di hidup saya. Setidaknya untuk 5-6 tahun terakhir ini. Mereka nggak sama dengan saya. Kami adalah orang-orang dengan karakter yang berbeda dengan tujuan hidup yang beda tapi jalan beriringan. Let me introduce my best. Saya list dari orang yang pertama kali saya kenal ya.

Si Nakal Yang Tobat: Oky Rachmawati
Saya bertemu dengannya waktu masa ospek fakultas di parkiran FISIP. Dengan gayanya yang SKSD, saya jadi dekat sekali dengannya. Tingkahnya yang sok seksi dengan muka-muka menantang saat foto bikin saya geli dan tertawa tiada henti saat mengingatnya. Sampai sekarang saya pun tertawa kalau ingat pose nya. Saya selalu bilang, melihatnya itu seperti gelas. Saya bisa membacanya dari A to Z, seperti melihat ke dalam gelas kaca transparan.
Bagi saya, Oky itu penuh dengan kekhawatiran dan pengin semuanya berjalan sempurna. Dia penuh antisipasi dan sangat memikirkan untung dan rugi. Ini yang kadang membuatnya takut melangkah. Tapi disisi lain, dia melakukan itu karena nggak mau kecewa dan nggak mau mengecewakan. Pada dasarnya, dia orang yang sangat penyayang dan perhatian. Meskipun dia nggak pernah mau mengakuinya. Mungkin sebagian orang berpikir dia gengsi mengakuinya. Buat saya, dia tulus melakukannya. Saking tulusnya, dia nggak tahu kalau deep inside dia adalah orang yang penyayang. Ini terbukti dengan dia yang ikut menangis saat Dee menangis, tetap berusaha merawat saya walaupun dia malas merawat saya saat sakit, tetap peduli dengan Dhita walaupun Dhita kadang membuatnya kesal. Dia itu punya pemikiran yang kadang aneh banget. Tapi sangat terbuka untuk menerima pemikiran orang lain. Lagi lagi, dia mungkin nggak mengakuinya. Lebih tepatnya nggak menyadarinya. Dia datang dari keluarga baik, tumbuh menjadi orang baik. Walaupun kadang terlihat liar dari luar. Tapi orang baik pasti tetap baik. Itulah Oky.
Oky sekarang sudah jadi hijaber. Meskipun kadang muka-muka nakal masih sering ia pasang saat foto. Tapi hati dia benar benar alim, kok. Dia tobat setelah sebelumnya hobi flirting kesana sini. Meskipun sekarang saya dan dia jarang ketemu, tapi seperti biasa, saat bertemu mulut kami nggak akan pernah berhenti berceloteh. Setiap nginep, pasti tidur jam 4 pagi. Selalu ada cerita untuk dibagi. Itulah Oky..

Family Woman: Dhita Dwi Phangestika
Baju ungu, celana jeans, dan rompi coklat. Itulah outfit yang ia pakai saat pertama kali bertemu saya. Wah, kacau sih. Dia ini heboh banget waktu datang pertama kali. First impression, dia orang yang lugu tapi annoying. Suka seenaknya dan kadang saya berpikir, "kok dia bisa sih melakukan itu?". Bahkan saking annoyingnya, dia pernah datang ke gebetan teman saya dan dia bilang teman saya suka sama cowok itu. Padahal kenalan saja belum. Aneh tapi nyata anak ini memang.
Ibarat lagu Letto, "kau datang dan pergi, ooh begitu saja." Dia sering banget menghilang dari peredaran. Jarang bisa kalau diajak kumpul, selalu keluarga jadi alasan. Dia pernah membatakkan pergi H-1 yang bikin saya dan teman teman senewen. Baginya, dia akan meninggalkan semua untuk keluarganya. Bagi saya, Dhita itu sosok yang lugu selugu lugunya. Makanya, buat yang nggak kenal mungkin gondok juga menghadapinya. Tapi sebenarnya, dia gampang banget bergaul. Dia bisa memulai sesuatu, tanpa takut, dan terus jalan kalau dia anggap jalannya benar. Saat dia salah pun, dia bisa menghadapi dengan cengengesan.
Dhita itu orang yang nggak gampang menyerah. Semangat juangnya sangat tinggi. Kasih dia 10 orang sekaliber Pak Wawan dan Pak Dadan untuk mematahkannya. Dijamin, dia akan patah tapi cepat tumbuh kembali. Yang ada malah capek sendiri kalo mau mencoba mematahkannya. Apapun akan dilakukannya untuk maju. Itulah Dhita, dengan semua kepolosan, keluguan, kebaikan dan semangat tiada akhir. Kadang kalau saya lagi jatuh, saya pasti mengingatnya dan semua perjuangan hidupnya, terutama kejadiannya yang nggak bisa saya ceritakan di sini. Mengingat itu semua, saya pasti bangkit. Dia mungkin nggak menerti bahwa ada bagian dari dirinya yang selalu saya jadikan panutan. Tapi jelas dia memilikinya. Mungkin saat dia membacanya, dia akan cengengesan sendiri dan nggak merasa begitu. Dari situ aja sudah ketauan dia tulus. 

Mrs. Always Right: Rizki Nindya Utami
Senyumnya hangat, matanya friendly. Itu yang pertama kali terpancar saat awal saya bertemu dengannya. Dari jabat tangan pertama, saya yakin dia akan menjadi sahabat saya. Dee, begitu ia dipanggil, adalah sosok cewek yang menarik. Nggak cantik banget, tapi menarik banget. Semua orang dengan gampang dekat dengannya. Menurut saya, dia itu magnet utara sementara lainnya selatan. Pasti ia bakal menarik deh. Mungkin saya fans nya, pemujanya. Hahaha. Berpikir saya suka dia? Ah, sudah biasa saya digossipin sama sahabat saya yang satu ini.
Saya tinggal 1 atap dengannya selama masa kuliah. Dia itu orang yang sangat keras, bahkan cenderung kasar saat marah. Tapi Dee bukan orang yang pendendam. Dia pada dasarnya penyayang. Marah adalah bentuk kepeduliannya. Dia akan baik dengan sendirinya. Kembali menyayangi dengan tulus dan selalu menjadi sosok yang 'menampar' dengan statement nya. Saya sendiri bisa menjadi orang seperti sekarang karenanya. Padahal dia nggak berniat  membentuk saya. Dia, dengan caranya, bisa membuat orang termotivasi menjadi lebih baik. Dia itu api yang nggak pernah padam. Dia itu kuat tak terkalahkan. Kerapuhannya bisa disulap jadi motivasi hidup. Saat dia rapuh, biasanya saya akan hadir. Dia nggak perlu takut untuk ditinggal jutaan orang. Saya orang pertama yang akan memeluknya, meski dunia menjauhi saya sekalipun.
Membicarakannya nggak akan ada habisnya. Saya terlalu mengenalnya sekaligus memujanya. Oh iya, faktor luck anak ini besar banget. Ia akan berada di puncak kejayaan pasti. Tapi begitulah seseorang yang berada dipuncak, banyak fake friends dalam hidupnya. Entah dia sadar atau nggak. Tapi yang pasti, dia selalu menganggap saya dan anak anak lainnya adalah rumah untuknya. Sejauh apapun dia berlari, sejauh apapun dia pergi, kami lah rumahnya. Yang menerimanya tanpa pengecualian. Yang menerimanya sebagaimana dia. Saat dengan kami, dia nggak perlu membuat tameng atau tembok. Toh kami paham betul siapa dia dengan semua kekurangan dan kelebihannya. 

Mr. Happy: Luki Ardiyanto
Mengingatnya saja bisa membuat saya tertawa. Pertama kali kenal, saya pikir dia anak geek yang pintar. Dekat dengannya saya berpikir dia dungu, konyol, dan humoris. Saat ada dia, semua orang sepertinya langsung ceria. Tertawa seutuhnya. Dia itu seperti badut yang nggak sadar kalau dirinya badut. Pantat bohai bibir tebal selalu jadi bahan lelucon. Dia nggak pernah marah. Mungkin dia pun bahagia bisa membuat orang bahagia dengan kelebihannya.
Mengenalnya lebih jauh, Luki adalah sosok yang memikirkan masa depan. Setia, karena sudah 5 tahun  menjalani long distance relationship, plus serius memikirkan hidupnya. Bagi saya, dia punya kekuatan yang nggak terduga. Laki laki yang bertanggung jawab dan penuh rencana. Nggak terlalu ngoyo sama yang ia kejar, tapi punya tujuan. Caranya santai tapi ada sesuatu yang kongkrit di depan. Terlihat go with the flow tapi dengan caranya dia bisa membuat flownya sendiri. Nggak tau kenapa, saya yakin dia akan jadi orang yang sukses kedepannya.
Dia merasa hidupnya gitu gitu aja. Nggak terlalu naik ataupun turun. Memang iya. Mungkin Tuhan tahu, Luki ini naik roller coaster di dufan aja takut. Gimana kalau hidupnya yang kayak roller coaster. Bisa muntah muntah dia. Makanya, hidupnya terkesan lempeng. Tapi sebenarnya, kedataran hidupnya ini hanya dia yang bisa merasakan. Dia membuatnya menjadi jalur yang nyaris rata. Mind set nya membuat hidupnya terkesan rata. Padahal cukup naik turun. But he can make his life as simple as he wants. Great, right? Luki adalah sahabat cowok saya yang sudah melihat saya tertawa sampai nangis hingga beneran nangis. Dia itu magnet tawa. Di mana ada dia pasti ada tawa. Nggak jarang random things yang dia lakukan bikin orang tertawa tanpa dia bermaksud melucu. Dia orang yang menyenangkan-atau paling menyenangkan-dalam hidup saya. Really hate to admit it, but this is the fact about him.

Mr. Perfect: Juliansah Tridarta
Yuda, begitu dia dipanggil. Mahluk satu ini saya rasa bagai malaikat, deh. Dari pertama kali lihat, saya begitu mengaguminya. Tiap dia lewat saya sesak nafas. GANTENG BANGET! Hidungnya mancung, alisnya tebal, bulu mata lentik, matanya coklat, dengan bibir memerah. Walaupun dia pendek, tapi it's not a big deal, or is it? But anyway, setelah saya mengaguminya cukup lama, at the end dia jadian sama Dee. Saya setuju banget, walaupun sekarang mereka sudah putus, tapi tetap saja saya setuju kalau mereka balikan. *oops*.
Semakin lama saya mengenalnya, ternyata gantengnya Yuda nggak hanya pada fisik. Hatinyapun luar biasa baik. Cowok paling baik yang pernah saya temui. Tapi semua kebaikan dia nggak membuat dia jadi pribadi kaku yang serius. Justru banyak banget sisi sisi bodoh, konyol, yang melekat di dirinya. Saya dan dia mengakui, kadang kami ini seperti memiliki satu otak. Banyak banget miripnya. Ini dibuktikan dengan psikotest online yang kami kerjakan. The result is almost same. Gila sih! Dia nggak pernah merasa sempurna, walaupun bagi saya dia sempurna. Ganteng, baik, berwawasan luas. Apa ya kekurangannya? Tick tock tick tock, it is all covered by his kindness. 
Baginya, keluarga itu nomor satu. Terutama ibunya. Dia pernah menulis sebuah quote yang menyentuh banget. "A thousand people looking for a job. But have you ever heard the job that requires you a job to work non stop, 24 hours a day, no holiday every year and without getting paid? That's what your mom always do. She's only need your love, smile, and hug." Dia post quote itu di instagramnya, sambil memamerkan fotonya merangkul ibunya. Bisa melihat kan kalau dia orang yang baik dan tulus? Dia mengajarkan saya banyak hal. Tentang bagaimana cara melihat, menjalani hidup tanpa penyesalan. Berhubung banyak kesamaan antara saya dan dia, pasti dia juga punya sisi kekonyolan. Bercandaan yang hanya kami yang mengerti. Kami pernah hujan hujanan, makan mie goreng 3 sekaligus, curhat di atas kosan, sama sama dimarahi oleh Mrs. Always Right alias Dee. Hahaha.. It was so great to know him anyway. Dia selalu merasa dirinya kurang punya faktor luck. Tapi buat saya, dia itu beruntung merasakan semuanya. Dibangun mentalnya secara cepat oleh Tuhan. Ditemukan pada sisi pahit hidup di usia muda. Ini yang membuatnya akan menjadi orang yang sangat kuat dan berhasil. Dia akan tau gimana menghadapi hal hal yang sulit untuk dihadapi. That is Yuda, Mr. perfect.

Pejuang: Radityo Egy Tiandono
Ramah banget. Itu kesan pertama saya. Waktu itu saya masih masa ospek. Dia satu fakultas tapi beda jurusan dengan saya. Dia bisa mengajak saya ngobrol, tanpa canggung dan langsung nyerocos. Saya baru dekat setelah ia satu kosan dengan Luki. Semakin lama semakin kenal. Dibalik senyumnya dan tawanya yang kadang ganggu, hahaha, dia ternyata orang yang sudah ditempa lama. Dia banyak mengalami naik turun. Meski pernah jatuh, itu semua nggak menjadi alasan buatnya untuk tetap di bawah. Dengan caranya, dia bisa merangkak naik, naik, dan naik.
Saya pernah melihatnya menangis, jatuh. Saat itu, ceritanya membuat saya berkaca kaca. Tapi tepukkan di punggungnya saja sudah bisa membuatnya untuk bangkit. Setidaknya mencoba bangkit. Kadang, saya merasa ada sisi yang sama antara Radit dengan Dhita. Mereka sama sama pejuang. Terbentuk oleh keluarga, terbentuk oleh kerapuhan yang membuatnya kuat. Hmm, kayaknya kalau mereka bersatu, semua yang menghalangi bakal ambruk dengan sekejap deh. Ada garis merah yang sama antara mereka. Yang kalau ditarik lagi, ada juga saya di garis itu. Walaupun mereka nggak pernah paham, tapi saya belajar dari cara mereka. Toh sampai saat ini, semua masa lalu Radit nggak membuatnya tersungkur diam. Dia terus bergerak. Perlahan tapi terus naik.
Radit ini juga orang yang pemaaf. Kami tetap menjadi sahabatnya meskipun kami sering banget lupa ulang tahunnya. Tanggalnya kurang catchy kayaknya. Hahaha.. Padahal sudah terpampang di plat mobilnya. Tapi itu bukan berarti kami nggak menganggapnya sahabat. Dia itu sahabat. Because he stays with us, no matter what. And personally, i will do the same. And i will prove it. Mungkin Radit nggak berpikir saya sesayang ini dengannya. Tapi dia boleh kok mengetes kesetiaan saya. Karena saya tau, tanpa ia sadari, dia selalu ada disaat yang tepat. Tanpa ia tahu dan tanpa saya bicara, dia bisa bercerita dengan komposisi yang pas dengan suasana yang saya alami. Tanpa kemauannya, dia memberi saya solusi. Mengapa dia saya sebut pejuang? Karena dia terus berjuang membuktikan bahwa dia bisa merangkak ke atas. Dan mungkin sekarang dia belum di puncak. Tapi dia nggak pernah menyerah untuk mendaki. Dia menancapkan pasak pasaknya untuk terus melangkah ke atas. Saya yakin itu.

Merekalah sahabat terbaik saya. Plus Bairy tentunya. Mereka tahu bahwa jarak nggak akan mematahkan kami. Mungkin sekarang, seiring dengan berjalannya waktu, intensitas itu sudah berkurang. Tapi saat bertemu, tawa cerita nggak akan pernah putus. Kami semua menerima kami sebagaimana kami. Tanpa judging satu sama lain. Kami menerima masing masing dari kebaikan dan keburukannya. Kayaknya kalau tiba tiba ada yang merubah keburukannya menjadi kebaikan, kami justru harus beradaptasi ulang. Kami semua berbeda, tapi itu yang membuat kita saling menggandeng dan bersatu. Saya harap kami semua bisa terus berjalan di jalan masing masing namun tetap beriringan. Hingga nanti, kami akan kumpul di masa emas kesuksesan bersama. Hingga nanti, saat kami renta dan duduk minum teh khas tradisi jompo. Tetap saling menguatkan dari dunia yang merapuhkan. I love you, mates!

Untuk kesayangan saya, Oky, Dhita, Nindya, Luki, Yuda, dan Radit.

Saya Shilla Dipo, ciao!