Tuesday, April 19, 2016

Mungkin, Ini Yang Dibutuhkan Oleh Lalu Lintas Jakarta

Dan kota-kota besar lainnya. Beberapa hari yang lalu saya sempat melihat aksi seorang anak yang masih duduk di kelas 4 SD menghadang pengendara motor yang lewat di trotoar. Meski sempat adu mulut, pengendara motor akhirnya mundur dan turun dari trotar. Hebat banget aksi anak itu, tak heran ia mendapat apresiasi dari Walikota Semarang.

Kemudian saya berpikir lebih lanjut, bukankah seharusnya itu yang dilakukan kita semua? Kalau hanya mengandalkan polisi, mana mungkin semua pengendara tak tahu diri itu bisa teratasi. Entah masyarakat yang sudah semasa bodo itu dengan kondisi jalanan, atau ada rasa takut yang terbesit jika menghadang para pengendara yang brutal itu.

Kalau saya perhatikan, memang persoalan di jalan itu tak lagi sekedar kemacetan, tapi lebih dari pada itu. Saya melihat jalanan, terutama di Jakarta, benar-benar brutal, bar-bar, dan di luar akal sehat: RUWET. Hal ini yang selalu saya hadapi setiap pagi ketika berkendara, dan tentunya kalian pun mengalami hal yang sama.

Pernah suatu hari, baru-baru ini lebih tepatnya, saya melintas di Jalan Tegal Parang. Saat berbelok ke kiri tepat setelah Universitas Paramadina, saya dihadapi pada kemacetan. Saya kesal bukan karena macetnya, tapi kondisi trotoar di sebelah kiri saya dipenuhi motor yang melaju menuju arah sebaliknya. Saya geleng-geleng kepala melihat kondisi tersebut.

Yang membuat saya naik pitam, ada salah seorang wanita yang tengah berjalan di trotoar tersebut. Dari pakaiannya, ia adalah salah satu crew dari stasius televisi TRANS TV. Ia berjalan tenang meski was-was karena banyaknya motor yang lalu lalang. Tiba-tiba, ada motor yang melaju cukup kencang (untuk berkendara di trotoar) yang melintas di sisi kanan wanita tersebut dan melewati genangan sehingga celana dan sepatu wanita itu pun basah.

Tak ada kata maaf, bahkan menoleh pun tidak. Wanita berhijab itu sepertinya juga sudah tak tahu harus berbuat apa. Ia hanya melihat si pengendara motor dengan tatapan kesal dan tak percaya, seraya memegang bagian celananya yang basah. Dari belakangnya, tetap saja motor-motor lainya seliweran tak tahu diri. Apa yang saya lakukan? Saya hanya bisa meneriaki pengendara motor tersebut. Setiap pengendara yang lewat di trotoar, saya teriaki dan nasehati ketika memungkinkan. Entah apa yang ada di benak mereka, karena saya tidak tahu lagi harus apa. Saya tak mungkin parkir sembarangan dan menghadang mereka atau hal lainnya.

Selama perjalanan, saya berpikir, apa yang sebenarnya diperlukan kota besar—terutama Jakarta—untuk mengatasi kondisi jalan yang kian parah ini? Dan ini hasil pemikiran saya.

Kampanye Masal Dengan Anak
Saya ingat salah satu iklan kampanye anti rokok di Thailand. Pada tayangan tersebut, setiap anak meminta korek pada orang dewasa yang merokok. Mereka ingin meminjamnya untuk menyalakan rokok mereka. Para orang dewasa pun menasehati anak-anak itu dengan semua resiko merokok. Pada bagian akhir, anak tersebut memberikan kertas yang bertuliskan, “Anda sangat tahu resiko merokok dan peduli akan kesehatan saya. Mengapa Anda tak peduli pada kesehatan Anda?”


Doc. Tribunnews.com

Selain itu, aksi anak kecil di Semarang bernama Daffa Faros Oktoviarto yang sempat saya singgung di awal paragraf juga menjadi inspirasi luar biasa untuk menangani para pengendara tak bertanggung jawab tersebut. Ide saya, lakukan kampanye untuk melakukan penghadangan oleh anak kecil. Tetap dengan pengawasan tentunya, namun mereka bisa memiliki kekuatan untuk membuka mata para pengendara agar tak melakukan pelanggaran di jalan.

Palang Pintu Kereta Api
Saat itu saya sedang mengendarai motor di kawasan Mampang, Jakarta Selatan. Semua pengendara, baik motor, mobil, hingga angkutan umum, tak ada yang berhenti di belakang garis zebracross. Semua kendaraan memenuhi area penyeberangan tersebut, sehingga seorang wanita paruh baya yang ingin menyeberang mengalami kesulitan. Ia sibuk mencari celah dan justru diklakson karena ia belum selesai menyeberang saat lampu lalu lintas berubah menjadi hijau.

 
Doc. Shilla Dipo

Saya sempat memberikan lambaian tangan untuk meminta kerendahan hati para pengendara, hasilnya mereka ikut mengklakson saya karena tidak tancap gas. Saat beliau berhasil menyeberang, saya melaju dan berpikir, apa yang dapat membuat masyarakat tidak berhenti di area penyeberangan ketika lampu merah. Aha! Palang pintu kereta api mungkin menjadi solusinya. Sepertinya meningkatkan kesadaran masyarakat Jakarta itu sesulit mencari jarum di tumpukan jerami, deh—hampir tidak mungkin. Solusinya, mereka dipaksa untuk berhenti dengan menggunakan palang. Jadi, ketertiban tersebut harus dipaksa.

Pembatas tinggi
Tak hanya pengendara, pejalan kaki juga seringkali berjalan seolah memiliki 7 nyawa—atau bahkan 9. Waktu itu saya sedang melaju di kawasan Manggarai. Tepat di depan pasar rumput, terdapat jembatan penyeberangan yang sangat sepi karena jarang dipakai. Sementara di bawahnya, orang-orang menyeberang seenaknya. Bahkan, saya pernah melihat seorang perempuan lompat dari halte Trans Jakarta ke jalan raya untuk menyeberang ke sisi kiri jalan.


Doc. Kaskus.co.id


Solusinya, buat pembatas yang tinggi antara jalur kanan dan kiri. Jangan hanya dipisah oleh trotoar kecil saja. Selain itu, pembatas jalur umum dan busway pun harus dibuat tinggi agar tidak ada yang nekat keluar-masuk jalur yang tak seharusnya. Mungkin memang langkah ini masih kurang efektif, namun setidaknya mengurangi pelanggaran yang dilakukan oleh para pengguna jalan.

Besi Penahan di Trotoar
Kalau tidak salah di tanggal 14 April lalu, saya sempat terbelalak dengan aksi tercela dari salah satu pengendara taksi berwarna putih. Dengan enaknya, ia menyusul taksi yang saya tumpangi melalui trotoar di kiri jalan. Iya, TAKSI YANG MELAKUKANNYA WHICH IS MOBIL! Aduh, pusing kepala saya saat melihat kejadian itu. Kenapa sih, semua orang semakin lama kian egois dengan melakukan tindakan yang terbilang anarkis?


Doc. Indonesiaharusberubah.blogspot.com


Untuk itu, wilayah trotoar memang harus dikembalikan pada fungsinya dengan memberikan pembatas yang terbuat dari besi, melintang di atas trotoar. Hal ini sudah atau sempat diaplikasikan di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat. Sayangnya, masih kawasan tertentu yang menerapkan besi penghalang ini sehingga masih banyak orang yang seenaknye berkendara di atas trotoar. Jika diterapkan, memang pejalan kaki harus lebih berhati-hati, namun hal ini demi keselamatan semua pihak, bukan. Jangan lupa juga untuk membuat trotoar lebih tinggi agar motor atau mobil sulit naik ke atas trotoar. Namun, pertanyaan muncul tentu. Bagaimana dengan kaum disabilitas? Beri jalur khusus untuk mereka di atas trotoar agar tidak terkena besi penghalang. Bisa? Pasti!

Regulasi Khusus Untuk Transportasi Online
Memang, adanya layanan transportasi online sangat membantu kita, termasuk saya. Sayangnya, saya sudah hampir 2 kali menabrak ojek online lantaran mereka berhenti mendadak sambil memegang ponselnya di tangan kiri mereka. Sontak, saya marah, dong. Eh, dia lebih galak lagi, “Makanya pelan, saya lagi nerima orderan, nih!” Kalau tidak salah saya sempat mendengar kalimat tersebut. Saya teriak lagi, “Sinting!” sambil melaju. Duh, nggak ada waktu untuk berurusan dengan orang seperti itu, deh.
 
Doc. Dimasprakoso.com (ini memang bukan ojek online agar tak menyinggung pihak tertentu).
Mungkin enaknya, setiap driver diwajibkan memasang phone holder di motor sebelum beroperasi. Jangan lupa, gunakan handsfree untuk memudahkan mereka dalam mendapatkan arah dari aplikasi peta, dan juga menghubungi customer. Jika memang harus melakukan kontak langsung menggunakan ponsel, seperti mengetik alamat, sms, WhatsApp, dan sebagainya, menepilah terlebih dahulu. Regulasi dasar ini harus dipupuk bersama masyarakat dan pihak penyedia aplikasi harus lebih tegas pada mitra kerjanya ini. Setiap ada laporan, mitra alias driver, harus ditindak tegas. Ingat, jangan cuma bisnis, tapi bersama-sama melakukan perbaikan bagi kondisi negeri, terutama lalu lintas.

Sepertinya itu yang bisa saya sarankan untuk membuat kondisi lalu lintas menjadi lebih baik. Bila ada masukan tambahan, atau mungkin ajakan membuat sebuah kampanye, saya bersedia sekali untuk ambil andil. Boleh lho, dikontak ke email saya. Ditunggu!

Saya Shilla Dipo, ciao!

No comments:

Post a Comment