Sebelum saya menjawabnya, seperti biasa, tentu ada latar belakang mengapa tema ini yang diambil di tulisan malam ini. Jadi, tanggal 12 April kemarin saya dapat tugas untuk meliput sebuah peluncuran kampanye dari Clinique, namanya #FaceForwardID. Acara di Mall Kota Kasablanka itu mengundang 3 orang dari latar belakang yang berbeda. Ada Nyimas Laula, Febrian, serta Aprishi Allita. Awalnya talkshow berjalan biasa-biasa saja, apalagi banyak rekan wartawan yang sepertinya sibuk sendiri dengan gadget masing-masing. Kebetulan, saya selalu senang mendengar cerita hidup orang. Karena itu, atensi saya fokus pada kisah ketiganya.
Intermezzo sedikit, memang intro tulisan ini cukup panjang karena saya perlu menceritakan ketiga sosok inspiratif ini sebelum masuk pada jawaban saya. Karena itu, saya membaginya menjadi empat bagian agar kalian bisa memandang inspirasi ini seperti saya melihatnya. Inspiratif banget! Sayang kan, kalau terpotong?
Lanjut, usai acara talkshow, saya menyempatkan diri untuk menyapa dan bincang langsung dengan ketiga narasumber yang hadir. Pada bagian pertama ini, saya akan membahas Nyimas Laula.
Nyimas Laula
![]() |
Doc. Shilla Dipo |
Senyumnya penuh semangat, percaya diri, serta auranya riang, membuat sosok Nyimas seolah membawa enerji positif bagi orang-orang di sekelilingnya--termasuk saya di kesempatan tersebut. Ia adalah wanita berusia 23 tahun--yup, younger than me--yang dapat dikatakan sukses dalam dunia fotografi, khususnya fotografi jurnalistik. Di usianya yang masih terbilang muda, ia sudah menghasilkan foto-foto yang spektakuler dengan menjadikan lingkungan serta kemanusiaan sebagai isu utamanya. Salah satu cerita yang membuat mata saya membelalak adalah ketika ia pergi ke Aceh untuk mengabadikan para pengungsi Rohinya yang berlabuh di kota Serambi Mekah tersebut. Ia bercerita bahwa dirinya sempat mengikuti salah seorang pengungsi bernama Zahida. "Pada suatu hari, saya lihat Zahida sedang melamun melihat langit-langit melalui jendela dengan tatapan kosong," kenangnya. Momen ini pun diabadikan dengan kameranya. Hasilnya, foto tersebut mendapat banyak pujian dan tersebar ke banyak media.
"Mata kosongnya seolah menggambarkan deritanya selama berbulan-bulan terombang-ambing di laut lepas. Ia bertahan tanpa persediaan makanan yang cukup hingga bisa sampai ke Aceh. Wajahnya seperti mengenang, bersyukur, sedih, sekaligus tidak menyangka atas apa yang terjadi pada hidupnya. Menyentuh sekali," cerita Nyimas.
Meskipun foto ini sangat diapresiasi, ia mengaku belum dapat mewujudkan apa yang ia cita-citakan. "Saya berharap subjek foto saya mendapatkan bantuan dengan aksi nyata. Saya coba menyampaikan kondisi yang terjadi melalui foto dan berharap dapat membantu subjek saya untuk kehidupan yang lebih baik," papar wanita yang banyak mendapat inspirasi dari fotografer internasional yang berhasil mengumpulkan dana untuk membantu subjek fotonya: potret orang miskin Indonesia pasca Orde Baru.
"Saya sekarang fokus ke masalah lingkungan dan sosial. Saya pengin banget apa yang saya foto tidak hanya mendapat acungan jempol tapi juga aksi nyata untuk menuntaskan permasalahan sosial dan lingkungan yang ada. Tidak mudah, tapi konsistensi dalam pencapaian misi itu penting banget," kata pemilik akun Instagram @nyimaslaula ini.
Selain sibuk dengan pencapaian misinya, lulusan jurusan Product Design ini sibuk menjadi kontributor fotografer, salah satunya di Everyday In Haze (@everydayinhaze).
Oh ya, ia pun memiliki quote yang sudah saya tanamkan dalam-dalam:
"Never stop learning. Karena ketika sudah berhenti, tak ada lagi yang ingin dicapai sehingga proses menjadi lebih baik pun akan ikut terhenti." - Nyimas Laula
Saya Shilla Dipo, ciao!
No comments:
Post a Comment